Pengertian Perempuan Menurut Para Ahli

Kegaduhan yang terjadi di media sosial mengenai makna lema perempuan, mengingatkan saya pada babak sajak “Kamus Kecil” Joko Pinurbo.

“Saya dibesarkan maka itu bahasa Indonesia nan berilmu dan banyol Walau kadang pelik dan membingungkan”.

Demikian obstulen syair itu.

Jika dipikir-pikir, bahasa Indonesia memang kadang, bahkan kerap, lucu dan membingungkan ataupun ambivalen.

Dalam lema-lema nan berkaitan dengan gender, bahasa Indonesia kental dengan patriarki dan misogini.

Makna destruktif

Kalau kita menginvestigasi perca-perca bahasa yang terkait dengan dayang, sifat ambivalen itu segera nampak jelas.

Di intern Kamus Osean Bahasa Indonesia (KBBI), makna kata “perempuan” bertransformasi secara baik. Makna yang diperikan KBBI I sebatas V mengalami transisi bermanfaat.

Lega KBBI I (1988) perawan diartikan andai
1. wanita 2. Ulam-ulam; bini.

Pertukaran mulai terjadi pada KBBI II setakat V nan diterbitkan musim 2016; upik diartikan sebagai
1. orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak asuh, dan menyusui, wanita 2. Istri; bini 3. Betina (khas pada dabat).

Bentuk kata perempuan caruk dihubungkan dengan pembukaan
pu
atau
empu
yang punya arti panggung kehormatan alias cucu adam yang sangat dihormati.

Slamet Muljana, ahli filologi (ilmu yang mempelajari bahasa kerumahtanggaan sumber-sumber memori tertera) dan ahli tarikh, dalam bukunya Dasar Bangsa dan Bahasa Nusantara memonten bahwa kata kepala dayang ini termasuk eksklusif.

“Nan agak aneh dalam kaidah nanang ini adalah barang apa sebab perempuan ‘tempat kesucian’ itu belaka diperuntukkan bagi wanita, sedangkan puja dan bakti setinggi-tingginya menurut adat ketimuran justru datang dari kaum wanita, terhadap suami. Wanita menunjukkan hormat dan bakti kepada laki; ini adalah ajaran yang biasa dalam kehidupan kondominium janjang dalam mendidik putra-putrinya,” begitu ia menguraikan.

Lepas dari keanehan tersebut, yang menggelandang bakal diperhatikan adalah bagaimana KBBI memunculkan alas kata gabungan bagi kuntum.

KBBI I-V demap mencantumkan kata asosiasi nan bersifat negatif dan peyoratif untuk kuntum.

Bukan cak jongkok sampai di situ, alas kata persaudaraan negatif yang disematkan jumlahnya makin banyak privat setiap versi baru.

Jika plong KBBI I terdapat tujuh kata perantaraan di bawah perkenalan awal perempuan yang terdiri pecah
–geladak (perempuan jalang), -jahat (perempuan yang buruk kelakuannya), -jalang (pelacur), -jangak (perawan cabul), -lecah (perempuan jalan), -nakal (gadis tuna susila),
maka pada KBBI II (1991) edisi selanjutnya terdapat tambahan
-lacur (pelacur),
dan
–sediaan
(istri ilegal) di KBBI III-V (2001-2016).

Ini bertolak belakang jika kita membandingkan dengan kata gabungan nan menyertai lema “laki-laki”.

KBBI mengingat-ingat hanya suka-suka satu kata korespondensi
–jemputan. Ajaibnya, guna yang disematkan bagi kata koneksi tersebut yaitu
laki-junjungan yang dipilih dan diambil menjadi menantu.

Lain kata pernah nan berkarakter negatif sebanding sekali.

Satu-satunya prolog rangkaian, merupakan “laki-junjungan jemputan” yang sekilas terlihat punya makna subversif, ternyata diartikan oleh pekamus dengan kepentingan yang positif.

Seterusnya, jika kita periksa pada Kamus Awam Bahasa Indonesia (1953) besutan W.J.S Poerwadarminta, lema-entri yang berhubungan dengan nona, lagi diartikan dengan nuansa peyoratif dan nagatif.

Sebut saja misalnya lema “perawan” yang diartikan dengan: gadis, momongan dara, gadis yang sudah tua.

Kendati tidak merupakan makna utama, namun frasa “gadis yang sudah tua” merupakan pemerian makna nan bercorak negatif.

Bandingkan dengan bagaimana penulis kamus ini mengartikan lema “jejaka”. Di sana, lema itu diartikan sebagai
anak suami-laki yang telah dewasa.

Sepanggang seperloyangan dengan itu, entri “perawan” diartikan dengan
anak perempuan nan belum kawin; amoi; perawan. Tentatif lema “teruna” diartikan dengan
anak adam dewasa; kelici.

Sering ada makna atau setidaknya citra negatif nan disematkan dalam sifat-adat yang tercalit dengan upik.

Pertanyaan yang mustahak diajukan, mengapa kata “jejaka” diartikan umpama penanda kedewasaan yang merujuk plong sikap dan sifat, tentatif kata “dara” diartikan dengan makna belum kawin yang merujuk bukan puas sifat tapi pada martabat?




Baca juga: Ada seksisme internal bahasa Indonesia, bagaimana kita harus menanganinya?


Misoginis

Mengacu pada Postulat Sapir dan Worf bahwa bahasa punya kelindan yang abadi dengan budaya, naga-naganya kita hingga pada kesimpulan bahwa cara pandang kita terhadap perempuan memang masih menunggangi perspektif patriarki, bahkan misoginis.

Studi kecil saya mengenai adanya adjektiva seksis – seperti pemberian arketipe terhadap beberapa kata yang diidentikkan dengan gender tertentu – sekali lagi memanjangkan daftar lema misoginis tersebut.

Misalnya kata cerewet yang diartikan maka itu KBBI dengan
“doyan mengupas (mengomel, mengata-ngatai, dsb); lebar mulut; lebar mulut; banyak cakap”
dengan contoh pemanfaatan “pembantu rumah jenjang biasanya tidak gemar bekerja pada nyonya kondominium yang–”.

Lema “ceriwis” diartikan dengan gemar
“bercakap-elok; banyak omong”
dengan contoh pengusahaan _sudah awam setiap upik itu– _.

Contoh lain yang memperpanjang adjetiva seksis ini terserah pada lema “nyinyir”. KBBI mengartikannya sebagai
“mengulang-ulang perintah maupun permintaan; ceriwis; cerewet”
dengan contoh pemakaian _nenekku kadang-kadang–, bosan aku mendengarkannya. _

Argumen Badan Bahasa yang menyatakan bahwa KBBI yakni kamus hidup (living dictionary) berisi rekaman memori fakta kebahasaan nan pernah hidup di masyarakat sehingga bukan dapat dengan mudah diubah, tidak sepenuhnya bisa kita terima.

Jika memang yang wajib diubah adalah stigma dan konotasi pada awam, maka pertanyaannya: apa dan di mana peran kamus?

Bukankah anda kembali diharapkan menjadi penyumbang dalam konsep-konsep yang berkembang di masyarakat?

Alih-alih berkilah dengan argumen nan canggih, ahli kamus n kepunyaan kesempatan yang baik untuk berkontribusi memberi rona positif demi mengubah kepala putik nan ada di awam.

Source: https://theconversation.com/definisi-perempuan-patriarki-dan-misogini-dalam-bahasa-indonesia-154858

Posted by: bljar.com