Cerita Kancil Harimau Dan Ular


Dongeng Si Macan dan Si Kancil - Sabuk Baginda Nabi Sulaiman

 Suatu pagi masa, bengkunang berjalan-urut-urutan ke tepi hutan namun seketika ada macan kelaparan yang datang menghadangnya.

“Cil ! Aku sudah lalu tiga hari tidak makan daging !” pengenalan Pak Harimau dengan liur menetes, ia sudah ingin sekali menyantap daging kancil.

“Mau memakanku ? Siapa takut ? Boleh saja !” introduksi pelanduk seperti sonder beban dan rasa takut.
“Betulkah Cil ? Kau mau kumakan ?” tanya Macan dengan girang dan mata berbinar.
“Aku maklum, aku kan hewan kecil, mau menyorong kembali bukan bisa, tapi….”
“Kenapa Cil…..?”
“Sebelum aku mati, ijinkan aku minta satu hal.”

“Apa itu Cil ?”
“Biarkan aku mencari peranakan sejenak saja di sekitar sini. Aku akan makan daun atau segala sekadar, syukur kalau ada mentimun.”
“Baiklah Cil, permintaan terakhirmu kukabulkan.”
“Sambut karunia Macan yang baik, kini bantu pejamkan matamu doang sejenak.”
“Lho ? Kok pakai pejam mata barang apa, Cil ?”
“Iya Pak Macan, seperti main sembunyi-sembunyian, toh aku tak bisa lari plus jauh darimu.”
“Baiklah Cil ! Kupejamkan mataku.”

Habis, Kancil berlari sekuat tenaganya,
“Sudah Cil ?”
“Beluuuuuuummmm….!”
“Telah Cil ?” tanya macan sekali sekali lagi.
“Beluuuuuuuuumm !” jawab napuh dengan suara seperti sayup-sayup agaknya engkau sudah ki berjebah di kejauhan,
“Telah Cil ?”

Kini kancil tidak menjawab pun, Macan segera menyingkapkan sejodoh matanya.

“Wauwww…! Kemana Kancil ? Jangan-jangan ia menipuku.”

Macan berusaha mengejar ke sana kemari, namun sudah sekian lama tidak beliau temukan Si Kancil.
“Bodohnya aku….!” geram si Macan.

“Mestinya aku lain usah menuruti buah cakap Napuh, seharusnya sejenis itu ketemu tadi sederum kumakan sekadar. Awas kau Cil !”

Darurat itu, kancil terus berjalan dan berburu persembunyian yang aman. Sesekali, ia menoleh ke belakang karena takut kalau-kalau Macan telah berlari kencang datang mengejarnya.

“Hendaknya macan perih, sakit gigi, tertusuk duri atau dimakan setan setakat dia tak bisa mengejarku,” gerundel Kancil sambil terus bepergian cepat karena sering berpaling ke belakang namun ia abnormal waspada terhadap kejadian yang ada di depannya.

“Hup ! Aduh, dempang cuma aku menabrak ular bura yang semenjana tidur ini.” kata bengkunang sembari membantut langkahnya.

Kancil istirahat tak jauh dari Sang Ular yang sedang tertidur sambil mengejar akal busuk.

“Cepat atau lambat macan itu pasti segera menemukanku, suntuk segala akalku kiranya lolos berpokok ancaman maut ini ?”

Saat itu hari semakin siang, maung semakin kelaparan.

“Grrr…..! Pelanduk kurang bimbing ! Sembunyi di manapun kau pasti dapat kutemukan, aku dapat mencium bau keringatmu semenjak kejauhan.”

Tidak berapa lama kemudian, kesannya maung berhasil menemukan si kancil.

“Sudahlah ! Ini dia…!” pengenalan maung dengan girang pasca- menemukan Si Kancil.
“Ssssttt, jangan bicara keras-gentur, can…” desis Kancil dengan lirih.
“Mau apa lagi ? Mau menipuku ?”
“Tidakkk ! Tenang sajalah dulu,” sahut kancil dengan enteng.
“Tali perut di n domestik perutku sudah meronta-ronta aku sudah lalu sangat lapaaarrr, Cil. Sudahlah relakan dirimu kumakan.”

“Kepala dingin aku duduk di sini sesungguhnya medium bertugas, aku diperintah oleh Sinuhun Nabi Sulaiman.”
“Jangan ngaco ! Apa tugasmu ?”
“Ayo turut aku,” perkenalan awal Bengkunang sekali lalu mengajak Si Macan mendekati si ular yang sedang tidur.

Sepintas ular babi itu seperti kendit nan digulung kemas.
“Cil ! Ini kan Ular belang ?”

“Walah, bodohnya kau ini. Ini bukan ular hidup. Ini ialah sabuknya Sultan Nabi Sulaiman, penguasa para satwa. Mana tahu yang memakai kendit ini, maka engkau akan ditakuti seluruh binatang di mayapada ini.”

“Boleh kucoba Cil ?”
“Jangan…!”
“Jika lain boleh, kau langsung kumakan.”
“Ba… baiklah kalau sedemikian itu.”

Harimau buru-buru menjulurkan alat perasa dan lehernya, kamu bermaksud merayau sabuk itu sebelum memakainya.

“Hem….lembut juga sabuk ini.” desah Sang Macan serentak terus menjilati benda yang dianggapnya kendit itu. Cuma, tiba-tiba ular terbangun karena gelagat Sang Maung yang mengira dirinya itu Sabuk Baginda Nabi Sulaiman.

“Harimau cacat ajar !” sentak Ular bakau.
“Beraninya kau mengganggu waktu istirahatku.”

Secepat-cepatnya kilat, i beludak besar itu membawa-bawa tubuh maung dan mengigitnya di sana-sini. Macan bukan mau kalah dengannya, ia juga membalasnya dengan menggigit perut ular cindai dan mengais-ngais jasmani ular itu, keduanya bertemu seru kerumahtanggaan waktu nan lama.

“Hihihihiiiii….!” bengkunang tertawa, “Aku tak mau senggang bisa jadi yang akan menang dan berseregang hidup, lebih baik aku lekas memencilkan jauh-jauh dari tempat ini. Selamat adv amat harimau yang bodoh”.

Napuh segera berlari remang menjauhi perlawanan sengit antara Macan dan Ular air hingga dia berhasil menemukan panggung yang kesatuan hati baginya.

Semoga kisah dongeng di atas bisa membantu engkau tercalit kursus yang bisa anda petik, dan dapat menambah wawasan deklarasi yang memenuhi asupanmu. Jikalau cak semau pertanyaan, silahkan ditulis pada kolom komentar dibawah ini.

Source: https://www.sakolaku.com/2020/09/dongeng-sabuk-baginda-nabi-sulaiman.html

Posted by: bljar.com